LANJUT USIA

Usia Lanjut

a.      Pengertian Usia Lanjut

Usia lanjut merupakan masa perkembangan terakhir dalam hidup manusia, karena adanya proses penurunan kemampuan pada usia lanjut (Prawitasari, 1993). Sedangkan manusia lanjut adalah seseorang yang karena usianya mengalami perubahan biologis, fisik, kejiwaan dan sosial. Perubahan ini akan berpengaruh terhadap seluruh aspek kehidupannya termasuk kesehatan. Oleh karena itu kesehatan manusia usia lanjut perlu mendapatkan perhatian khusus dan tetap terpelihara serta ditingkatkan selama kemampuannya sehingga dapat ikut serta berperan aktif dalam pembangunan (Depkes RI, 1992). World Health Organization (WHO), yang dikutip oleh Badrussalih (2008) mengelompokkan usia lanjut sebagai berikut : usia pertengahan (middle age), ialah kelompok usia 45 sampai 59 tahun, lanjut usia (eldely), antara 60 dan 74 tahun, lanjut usia tua (old), antara 75 dan 90 tahun, dan usia sangat tua (very old), diatas 90 tahun.

b.     Proses Menua

Menua sama dengan menjadi tua atau suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap Jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Darmojo, 1999). Seiring dengan bertambahnya usia terjadi berbagai perubahan fisiologis yang tidak hanya berpengaruh terhadap penampilan fisik, namun juga terhadap fungsi dan tanggapannya pada kehidupan sehari-hari.

Secara umum, teori penuaan di bagi menjadi dua kelompok besar, yaitu teori genetik dan teori non genetik.

  • Teori Genetik

Merupakan teori intristik yang menjelaskan bahwa didalam tubuh terdapat jam biologis yang mengatur gen dan menentukan jalannya proses penuaan.  Teori genetik memfokuskan mekanisme penuaan yang terjadi pada nukleus sel. Penjelasan teori yang berdasarkan genetik di antaranya:

  • Teori Hayflick. Penuaan di sebabkan oleh berbagai faktor, antara lain perubahan fungsi sel, efek kumulatif dari tidak normalnya sel, dan kemunduran sel dalam organ dan jaringan.
  •  Teori kesalahan. Dalam teori ini dinyatakan bahwa kesalahan dalam proses atau mekanisme pembuatan protein akan mengakibatkan beberapa efek. Penurunan ketepatan sintesis protein secara spesifik telah di hipotesiskan penyebabnya, yaitu ketidaktepatan dalam penyiapan pasangan kodon  mRNA dan antikodon tRNA. Namun, penelitian terakhir ternyata bertentangan dengan teori kesalahan, yang menerangkan bahwa tidak semua penuaan sel menghimpun molekul non – spesifik dan penuaan itu tidak selamanya di percepat ketika molekul non – spesifik di temukan.
  •  Teori DNA lewah (kelebihan DNA). Mengemukakan teori yang berhubungan dengan teori kesalahan. perubahan usia biologis merupakan hasil akumulasi kesalahan dalam memfungsikan gen (plasma pembawa sifat). Perbedaan usia makhluk hidup mungkin merupakan suatu fungsi dari tingkat urutan genetik berulang (repeated genetic sequences). Jika kesalahan muncul dalam urutan genetik tidak berulang (nonrepeated genetic sequences), kesempatan untuk menjaga hasil akhir produksi gen selama evolusi atau selama hidup akan berkurang.
  • Teori rekaman. Rekaman (transcription) adalah tahap awal dalam pemindahan informasi dari DNA ke sintesis protein. Teori yang mengacu kepada teori Hayflick itu menyatakan empat kondisi berikut :

(1)   Dengan peningkatan usia terjadi perubahan yang sifatnya merusak metabolisme posmitotic cells yang berbeda.

(2)   Perubahan merupakan hasil dari kejadian primer yang terjadi pada inti kromatin.

(3)   Perubahan itu terjadi dalam inti kromatin kompleks, merupakan suatu mekanisme kontrol yang bertanggung jawab terhadap penampilan dan urutan penuaan primer.

(4)   Mekanisme kontrol itu meliputi regulasi transkripsi meskipun regulasi lain dapat terjadi.

2)      Teori Non genetik

Teori non genetik memfokuskan lokasi di luar nukleus sel, seperti organ, jaringan, dan sistem. Teori yang berdasarkan non genetik antara lain sebagai berikut :

a)      Teori radikal bebas. Pada dasarnya radikal bebas adalah ion bermuatan listrik yang berada di luar orbit dan berisi ion tak berpasangan. Radikal bebas mampu merusak membran sel, lisosom, mitokondria, dan inti membran melalui reaksi kimia yang disebut peroksidasi lemak. Kerusakan membran dan cross linkage biomolekul merupakan hasil rangkaian reaksi radikal bebas. Hasil reaksi radikal bebas adalah turunnya penyatuan sel karena turunnya aktifitas enzim, kesalahan metabolisme asam nukleat, kerusakan fungsi membran, dan penumpukan lipofusin pada lisosom.

Penumpukan lipofusin tidak tampak sebagai titik-titik kehitaman pada tangan seseorang, tetapi tampak secara mikroskopis pada saraf dan otot. Mengetahui jumlah penumpukan lipofusin adalah cara yang paling baik  untuk melihat perubahan kronologis usia dan mungkin menjadi salah satu cara untuk melihat kenyataan penuaan pada mamalia. Penumpukan lipofusin merupakan contoh perubahan degeneratif. Apabila terjadi pada jaringan, penumpukan akan menghambat suplai oksigen dan nutrisi ke sekeliling jaringan menyebabkan degenerasi, dan kemungkinan kematian jaringan.

Teori radikal bebas pada penuaan ditunjukkan oleh hormon. Perubahan hormon pada penuaan menunjang reaksi radikal bebas dan akan menimbulkan efek patologis, seperti kanker dan aterosklerosis. Penelitian telah dikembangkan untuk melihat fungsi antioksidan pada radikal bebas. Vitamin E, vitamin C, selenium, glutation peroksidase, dan superokside dismutase telah digunakan untuk menghambat radikal bebas dan peroksidase lemak. Pengaruh dari penghambatan radikal bebas mencegah degenerasi sel, seperti penurunan pengumpulan lipofusin.

b)      Teori autoimun. Penuaan diakibatkan oleh antibodi yang bereaksi terhadap sel normal dan merusaknya. Reaksi itu terjadi karena tubuh gagal mengenal sel normal dan memproduksi antibodi yang salah. Akibatnya, antibodi itu bereaksi terhadap sel normal, disamping sel abnormal yang menstimulasi pembentukannya. Teori ini mendapat dukungan dari kenyataan bahwa jumlah antibodi autoimun meningkat pada lansia dan terdapat persamaan antara penyakit imun (mis. artritis reumatoid, diabetes, tiroiditis, dan amiloidosis) dan fenomena menua.

c)      Teori hormonal. Pusat penuaan terletak pada otak berdasarkan pada studi hipotiroidisme. Hipotiroidisme dapat menjadi fatal apabila tidak diobati dengan tiroksin, sebab seluruh manifestasi dari penuaan akan tampak, seperti penurunan sistem kekebalan, kulit keriput, uban, dan penurunan proses metabolisme secara perlahan.

Pada wanita, menopause merupakan peristiwa hormonal yang kronis, tetapi tidak mengatur penuaan. Ovarium merupakan glandula endokrin yang kapasitas fungsinya berkurang sejalan dengan penuaan normal. Pada laki – laki, produksi androgen dari testis tidak mudah di perkirakan karena perbedaan pada tiap individu.

d)     Teori pembatasan energi. Penganut kuat diet yang di dasarkan pada pembatasan kalori, yang di kenal sebagai pembatasan energi. Diet nutrisi tinggi yang rendah kalori berguna untuk meningkatkan fungsi tubuh agar tidak cepat tua. Program pembatasan energi bertujuan untuk mengurangi berat badan secara bertahap dalam beberapa tahun sampai efisiensi metabolisme tercapai untuk hidup sehat dan panjang usia. Tinggi rendahnya diet mempengaruhi umur dan adanya penyakit. Termasuk dalam program diet adalah pantangan merokok, minum alkohol, dan mengendalikan penyebab stress seperti kecemasan, frustasi, atau stres yang di sebabkan oleh kerja keras.

   Perubahan-perubahan yang Terjadi pada Lanjut Usia

Perubahan yang terjadi mulai pada tingkat sel ketika seseorang menjadi lanjut usia yaitu adanya perubahan genetik yang mengakibatkan terganggunya metabolisme protein, gangguan metabolisme nucleic acid dan deoxyribonucleic acid (DNA), terjadinya ikatan DNA dengan protein stabil yang mengakibatkan gangguan genetik, gangguan kegiatan enzim dan sistem pembuatan enzim, menurunnya proporsi protein di otak, ginjal, darah dan hati, terjadinya pengurangan parenkim dan penambahan lipofuscin. Sedangkan pada jaringan terjadi perubahan penurunan sitoplasma protein dan peningkatan metaplasmic protein seperti kolagen dan elastin (Hardywinoto, 2005). Perubahan juga terjadi di sel saraf dan otak berupa jumlah sel menurun dan fungsi diganti sel yang tersisa, terganggunya mekanisme perbaikan sel, kontrol nukleus sel terhadap sitoplasma menurun, terjadi perubahan jumlah dan struktur mitokondria, degenerasi lisosom yang mengakibatkan hidrolisa sel, berkurangnya butir Nissl, terjadi pengumpulan kromatin, terjadi penambahan pigmen lipoposcin dan terjadi vakuolisasi protoplasma (Hardywinoto, 2005). Perubahan pada sistem syaraf ini diikuti dengan penurunan kronologi persepsi sensorik dan respon motorik dan penurunan respon propriosentik (Pudjiastuti, 2003).

Perubahan pada proses penuaan dapat pula terjadi pada sistem muskuloskeletal, kardiovaskuler, respirasi dan indra. Perubahan pada sistem muskuloskeletal terjadi pada jaringan penghubung (kolagen dan elastin), kartilago, tulang dan otot yang menimbulkan dampak berupa penurunan kemampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari (Pudjiastuti, 2003). Perubahan-perubahan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :

1)      Perubahan  pada sistem muskuloskeletal

a)      Jaringan penghubung (kolagen dan elastin). Kolagen sebagai protein pendukung utama pada kulit, tendon, tulang, kartilago dan jaringan pengikat mengalami perubahan menjadi bentangan cross linking yang tidak teratur. Bentangan yang tidak teratur dan penurunan hubungan tarikan linear pada jaringan kolagen merupakan salah satu alasan penurunan mobilitas pada jaringan tubuh. Setelah kolagen mencapai puncak fungsi atau daya mekaniknya karena penuaan, tensile strength dan kekakuan dari kolagen mulai menurun. Kolagen dan elastin yang merupakan jaringan ikat pada jaringan penghubung mengalami perubahan kualitatif dan kuantitatif sesuai penuaan. Perubahan pada kolagen itu merupakan penyebab turunnya fleksibilitas pada lansia sehingga menimbulkan dampak berupa nyeri, penurunan kemampuan untuk meningkatkan kekuatan otot, kesulitan bergerak dari duduk ke berdiri, jongkok dan berjalan, dan hambatan dalam melakukan aktifitas sehari–hari. Upaya fisioterapi untuk mengurangi dampak tersebut adalah memberikan latihan untuk menjaga mobilitas.

b)      Kartilago. Jaringan kartilago pada persendian menjadi lunak dan mengalami granulasi dan akhirnya permukaan sendi menjadi rata. Selanjutnya, kemampuan kartilago untuk regenerasi berkurang dan degenerasi yang terjadi cenderung ke arah progresif. Proteoglikan yang merupakan komponen dasar matriks kartilago berkurang atau hilang secara bertahap. Setelah matriks mengalami deteriorasi, jaringan fibril pada kolagen kehilangan kekuatannya, dan akhirnya kartilago cenderung mengalami fibrilasi. Kartilago mengalami kalsifikasi di beberapa tempat, seperti pada tulang rusuk dan tiroid. Fungsi kartilago menjadi tidak efektif, tidak hanya sebagai peredam kejut, tetapi juga sebagai permukaan sendi yang berpelumas. Konsekuensinya, kartilago pada persendian menjadi rentan terhadap gesekan. Perubahan tersebut sering terjadi pada sendi besar penumpu berat badan. Akibat perubahan itu sendi mudah mengalami peradangan, kekakuan, nyeri, keterbatsan gerak dan terganggunya aktifitas sehari–hari. Untuk mencegah kerusakan lebih lanjut, dapat di berikan teknik perlindungan sendi.

c)      Tulang. Berkurangnya kepadatan tualang, setelah di observasi, adalah bagian dari penuaan fisiologis. Trabekula longitudinal menjadi tipis dan trabekula tranversal terabsorbsi kembali. Sebagai akibat perubahan itu, jumlah tulang spongiosa berkurang dan tulang kompakta menjadi tipis. Perubahan lain yang terjadi adalah penurunan estrogen sehingga produksi osteoklast tidak terkendali, penurunan penyerapan kalsium di usus, peningkatan kanal Haversi sehingga tulang keropos. Berkurangnya jaringan dan ukuran tulang secara keseluruhan menyebabkan kekuatan dan kekakuan tulang menurun. Dampak berkurangnya kepadatan akan mengakibatkan osteoporosis. Osteoporosis lebih lanjut mengakibatkan nyeri, deformitas dan fraktur. Latihan fisik dapat di berikan sebagai cara untuk mencegah terjadinya osteoporosis.

d)     Otot. Perubahan struktur otot pada penuaan sangat bervariasi. Penurunan jumlah dan ukuran serabut otot, peningkatan jaringan penghubung, dan jaringan lemak pada otot mengakibatkan efek negatif.

e)      Sendi. Pada lansia, jaringan ikat sekitar sendi seperti tendon, ligament dan fasia mengalami penurunan elastisitas. Ligamen, kartilago dan jaringan periartikular mengalami penurunan daya lentur dan elastisitas. Terjadi degenerasi, erosi dan kalsifikasi pada kartilago dan kapsul sendi. Sendi kehilangan fleksibitasnya sehingga terjadi penurunan luas gerak sendi. Beberapa kelainan akibat perubahan pada sendi yang banyak terjadi pada lansia antara lain osteoarthtristis, artritis rheumatoid, gout, dan pseudo gout. Kelainan tersebut dapat menimbulkan gangguan berupa bengkak, nyeri, kekakuan sendi, keterbatsan luas gerak sendi, gangguan jalan, dan aktifitas keseharian lainnya. Upaya mencegah kerusakan sendi antara lain dengan memberi teknik perlindungan sendi dalam beraktifitas.

2)      Perubahan pada Sel

Perubahan yang terjadi pada sel antara lain sel lebih sedikit jumlahnya, sel lebih besar ukurannya, berkurangnya jumlah cairan tubuh dan berkurangnya cairan intraseluler, menurunnya proporsi protein di otak, otot, ginjal, darah, dan hati, jumlah sel otak menurun, terganggunya mekanisme perbaikan sel, otak menjadi atrofis beratnya berkurang 5-10%.

3)      Perubahan Pada Sistem Persarafan

Perubahan yang terjadi pada system persarafan antara lain berat otak menurun 10-20% (setiap orang berkurang sel saraf otaknya dalam setiap harinya), cepatnya menurun hubungan persarafan, lambat dalam respon dan waktu untuk bereaksi, khususnya dengan stress mengecilnya saraf panca indra. Berkurangnya penglihatan, hilangnya pendengaran, mengecilnya saraf pencium dan perasa, lebih sensitif terhadap perubahan suhu dengan rendahnya ketahanan terhadap dingin, kurang sensitif terhadap sentuhan.

4)      Perubahan Pada Sistem Pendengaran

Perubahan yang terjadi antara lain presbiakusis (gangguan dalam pendengaran), hilangnya kemampuan pendengaran pada telinga dalam, terutama terhadap bunyi suara atau nada-nada yang tinggi, suara yang tidak jelas, sulit mengerti kata-kata, 50% terjadi pada usia diatas umur 65 tahun, otosklerosis akibat atrofi membran tympani, terjadinya pengumpulan serumen dapat mengeras karena meningkatnya keratin, pendengaran bertambah menurun pada lanjut usia yang mengalami ketegangan jiwa atau stres.

5)Perubahan Pada Sistem Penglihatan

Perubahan yang terjadi antara lain timbul sklerosis dan hilangnya respon terhadap sinar, kornea lebih berbentuk sferis (bola), kekeruhan pada lensa menyebabkan katarak, meningkatnya ambang, pengamatan sinar, daya adaptasi terhadap kegelapan lebih lambat dan susah melihat dalam cahaya gelap, hilangnya daya akomodasi, menurunnya lapangan pandang, berkurang luas pandangannya, menurunnya daya membedakan warna biru atau hijau.

6)Perubahan Pada Sistem Kardiovaskuler

Perubahan yang terjadi antara lain elastisitas dinding aorta menurun. katup jantung menebal dan menjadi kaku, kemampuan jantung memompa darah menurun, hal ini menyebabakan menurunnya kontraksi dan volumenya, kehilangan elastisitas pembuluh darah, kurangnya efektivitas pembuluh darah perifer untuk oksigenisasi. Perubahan posisi dari tidur ke duduk atau dari duduk ke berdiri bisa menyebabkan tekanan darah menurun, mengakibatkan pusing mendadak, tekanan darah meninggi akibat meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer.

7)Perubahan Pada Sistem Pengaturan Temperatur Tubuh

Perubahan yang terjadi antara lain temperatur tubuh menurun (hipotermia) secara fisiologis akibat metabolisme yang menurun, keterbatasan refleks menggigil dan tidak dapat memproduksi panas akibatnya aktivitas otot menurun.

8)Perubahan Pada Sistem Respirasi

Perubahan yang terjadi antara lain otot-otot pernafasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku, menurunnya aktivitas dari silia, paru-paru kehilangan elastisitas, menarik nafas lebih berat, kapasitas pernafasan maksimum menurun, dan kedalaman bernafas menurun, alveoli ukuranya melebar dari biasa dan jumlahnya berkurang , kemampuan untuk batuk berkurang, kemampuan kekuatan otot pernafasan akan menurun seiring dengan pertambahan usia.

9)Perubahan pada Sistem Gastrointestinal

Perubahan yang terjadi antara lain kehilangan gigi akibat Periodontal disease, kesehatan gigi yang buruk dan gizi yang buruk, indera pengecap menurun, hilangnya sensitivitas saraf pengecap di lidah terhadap rasa manis, asin, asam, dan pahit, eosephagus melebar, rasa lapar menurun, asam lambung menurun, peristaltik lemah dan biasanya timbul konstipasi, daya absorbsi melemah.

10)  Perubahan pada Sistem Reproduksi

Perubahan yang terjadi antara lain menciutnya ovarium dan uterus, atrofi payudara, pada laki-laki testis masih dapat memproduksi spermatozoa meskipun adanya penurunan secara berangsur-angsur,   kehidupan seksual dapat diupayakan sampai masa lanjut usia asal kondisi kesehatan baik, selaput lendir vagina menurun.

11)  Perubahan pada Sistem Perkemihan

Perubahan yang terjadi antara lain ginjal, merupakan alat untuk mengeluarkan sisa metabolisme tubuh melalui urin, darah yang masuk ke ginjal disaring di glomerulus (nefron). Nefron menjadi atrofi dan aliran darah ke ginjal menurun sampai 50%, otot-otot vesika urinaria menjadi lemah, frekuensi buang air kecil meningkat dan terkadang menyebabkan retensi urin pada pria.

12)  Perubahan pada Sistem Endokrin

Perubahan yang terjadi antara lain, produksi semua hormon menurun, menurunnya aktivitas tyroid, menurunnya BMR (Basal Metabolic Rate), dan menurunnya daya pertukaran zat, menurunnya produksi aldosteron, menurunya sekresi hormon kelamin misalnya, progesteron, estrogen, dan testosteron.

13)  Perubahan pada Sistem Kulit (Sistem Integumen)

Perubahan yang terjadi antara lain, kulit mengerut atau keriput akibat kehilangan jaringan lemak, permukaan kulit kasar dan bersisik karena kehilangan proses keratinisasi, serta perubahan ukuran dan bentuk-bentuk sel epidermis, kulit kepala dan rambut menipis berwarna kelabu, rambut dalam hidung dan telinga menebal, berkurangnya elastisitas akibat dari menurunya cairan dan vaskularisasi, pertumbuhan kuku lebih lambat, kuku jari menjadi keras dan rapuh, pudar dan kurang bercahaya, kelenjar keringat berkurang jumlah dan fungsinya.

  1. d.     Faktor yang mempengaruhi penuaan

Penuaaan dapat terjadi secara fisiologis dan patologis. Bila seseorang mengalami penuaan fisiologis (fisiological aging), di harapkan mereka tua dalam keadaan sehat (healthy aging). Penuaan itu sesuai dengan kronologis usia (penuaan primer) di pengaruhi oleh faktor endogen, perubahan di mulai dari sel – jaringan – organ – sistem pada tubuh. Bila penuaan banyak di pengaruhi oleh faktor eksogen, yaitu lingkungan, sosial budaya, gaya hidup di sebut penuaan sekunder. Penuaan ini tidak sesuai dengan kronologis usia dan patologis. Faktor eksogen juga dapat mempengaruhi faktor endogen sehingga di kenal dengan faktor resiko. Faktor resiko tersebut yang menyebabkan terjadinya penuaan patologis (patological aging). Penuaan sekunder yaitu ketidakmampuan yang di sebabkan oleh trauma atau sakit kronis, mungkin pula terjadi degeneratif yang timbul karena stres yang di alami oleh individu. Stres itu dapat mempercepat penuaan dalam waktu tertentu. Degenerasi akan bertambah bila terjadi penyakit fisik yang berinteraksi dengan lansia.