KESEIMBANGAN TUBUH ( Body Balance )

a.    Pengertian

Keseimbangan adalah kemampuan untuk mempertahankan kesetimbangan tubuh ketika di tempatkan di berbagai posisi. Definisi menurut O’Sullivan, keseimbangan adalah kemampuan untuk mempertahankan pusat gravitasi pada bidang tumpu terutama ketika saat posisi tegak. Selain itu menurut Ann Thomson, keseimbangan adalah kemampuan untuk mempertahankan tubuh dalam posisi kesetimbangan maupun dalam keadaan statis atau dinamis, serta menggunakan aktivitas otot yang minimal.  Keseimbangan juga bisa diartikan sebagai kemampuan relatif  untuk mengontrol pusat massa tubuh (center of mass) atau pusat gravitasi (center of gravity) terhadap bidang tumpu (base of support). Keseimbangan melibatkan  berbagai gerakan di setiap segmen tubuh dengan di dukung oleh sistem muskuloskleletal dan bidang tumpu. Kemampuan untuk menyeimbangkan massa tubuh dengan bidang tumpu akan membuat manusia mampu untuk beraktivitas secara efektif dan efisien.

Keseimbangan terbagi atas dua kelompok, yaitu :

1)      Keseimbangan statis:

Kemampuan tubuh untuk menjaga kesetimbangan pada posisi tetap (sewaktu berdiri dengan satu kaki, berdiri diatas papan keseimbangan).

2)      Keseimbangan dinamis :

Adalah kemampuan untuk mempertahankan kesetimbangan ketika bergerak. Keseimbangan dinamis adalah pemeliharaan pada tubuh melakukan gerakan atau saat berdiri pada landasan yang bergerak (dynamic standing) yang akan menempatkan ke dalam kondisi yang tidak stabil. Keseimbangan merupakan interaksi yang kompleks dari integrasi sistem sensorik (vestibular, visual, dan somatosensorik termasuk proprioceptor) dan muskuloskeletal (otot, sendi, dan jaringan lunak lain) yang dimodifikasi/diatur dalam otak (kontrol motorik, sensorik, basal ganglia, cerebellum, area asosiasi) sebagai respon terhadap perubahan kondisi internal dan eksternal. Dipengaruhi juga oleh faktor lain seperti usia, motivasi, kognisi, lingkungan, kelelahan, pengaruh obat dan pengalaman terdahulu.

b.   Fisiologi keseimbangan

Kemampuan tubuh untuk mempertahankan keseimbangan dan kestabilan postur oleh aktivitas motorik tidak dapat dipisahkan dari faktor lingkungan dan sistem regulasi yang berperan dalam pembentukan keseimbangan. Tujuan dari tubuh mempertahankan keseimbangan adalah  menyanggah tubuh melawan gravitasi dan faktor eksternal lain, untuk mempertahankan pusat massa tubuh agar seimbang dengan bidang tumpu, serta menstabilisasi bagian tubuh ketika bagian tubuh lain bergerak.

c.    Komponenkomponen pengontrol keseimbangan adalah:

1)      Sistem informasi sensoris

Sistem informasi sensoris meliputi visual, vestibular, dan somatosensoris (Chandler,2000).

a)      Sistem vestibular

Komponen vestibular merupakan sistem sensoris yang berfungsi penting dalam keseimbangan, kontrol kepala, dan gerak bola mata. Reseptor  sensoris vestibular berada di dalam telinga. Reseptor pada sistem vestibular meliputi kanalis semisirkularis, utrikulus, serta sakulus. Reseptor dari sistem sensoris ini disebut dengan sistem labyrinthine. Sistem labyrinthine mendeteksi perubahan posisi kepala dan percepatan perubahan sudut. Melalui refleks vestibulo-occular, mereka mengontrol gerak mata, terutama ketika melihat obyek yang bergerak. Mereka meneruskan pesan melalui saraf kranialis VIII ke nukleus vestibular yang berlokasi di batang otak. Beberapa stimulus tidak menuju nukleus vestibular tetapi ke cerebellum, formatio retikularis, thalamus dan korteks serebri.

Nukleus vestibular menerima masukan (input) dari reseptor labyrinthine, retikular formasi, dan serebelum. Keluaran (output) dari nukleus vestibular menuju ke motor neuron melalui medula spinalis, terutama ke motor neuron yang menginervasi otot-otot proksimal, kumparan otot pada leher dan otot-otot punggung (otot-otot postural). Sistem vestibular bereaksi sangat cepat sehingga membantu mempertahankan keseimbangan tubuh dengan mengontrol otot-otot postural.

b)     Somatosensoris

Sistem somatosensoris terdiri dari taktil atau proprioseptif serta persepsi-kognitif. Informasi propriosepsi disalurkan ke otak melalui kolumna dorsalis medula spinalis. Sebagian besar masukan (input) proprioseptif menuju cerebellum, tetapi ada pula yang menuju ke korteks serebri melalui lemniskus medialis dan thalamus.

Kesadaran akan posisi berbagai bagian tubuh dalam ruang sebagian bergantung pada impuls yang datang dari alat indra dalam dan sekitar sendi. Alat indra tersebut adalah ujung-ujung saraf yang beradaptasi lambat di sinovial dan ligamentum. Impuls dari alat indra ini dari reseptor raba di kulit dan jaringan lain, serta otot di proses di korteks menjadi kesadaran akan posisi tubuh dalam ruang.

c)      Visual

Visual memegang peran penting dalam sistem sensoris. Cratty & Martin (1969) menyatakan bahwa keseimbangan akan terus berkembang sesuai umur, mata akan membantu agar tetap fokus pada titik utama untuk mempertahankan keseimbangan, dan sebagai monitor tubuh selama melakukan gerak statis atau dinamis. Penglihatan juga merupakan sumber utama informasi tentang lingkungan dan tempat kita berada, penglihatan memegang peran penting untuk mengidentifikasi dan mengatur jarak gerak sesuai lingkungan tempat kita berada. Penglihatan muncul ketika mata menerima sinar yang berasal dari obyek sesuai jarak pandang.

Dengan informasi visual, maka tubuh dapat menyesuaikan atau bereaksi terhadap perubahan bidang pada lingkungan aktivitas sehingga memberikan kerja otot yang sinergis untuk mempertahankan keseimbangan tubuh.

2)      Kekuatan otot (Muscle Strength)

Kekuatan otot umumnya diperlukan dalam melakukan aktivitas. Semua gerakan yang dihasilkan merupakan hasil dari adanya peningkatan tegangan otot sebagai respon motorik.

Kekuatan otot dapat digambarkan sebagai kemampuan otot menahan beban baik berupa beban eksternal (eksternal force) maupun beban internal (internal force). Kekuatan otot sangat berhubungan dengan sistem neuromuskuler yaitu seberapa besar kemampuan sistem saraf mengaktifasi otot untuk melakukan kontraksi. Sehingga semakin banyak serabut otot yang teraktifasi, maka semakin besar pula kekuatan yang dihasilkan otot tersebut. 

Kekuatan otot dari kaki, lutut serta pinggul harus adekuat untuk mempertahankan keseimbangan tubuh saat adanya gaya dari luar. Kekuatan otot tersebut berhubungan langsung dengan kemampuan otot untuk melawan gaya gravitasi serta beban eksternal lainnya yang secara terus menerus mempengaruhi posisi tubuh.

3)      Respon otot-otot postural yang sinergis (Postural muscles response synergies)

Respon otot-otot postural yang sinergis mengarah pada waktu dan jarak dari aktivitas kelompok otot yang diperlukan untuk mempertahankan keseimbangan dan kontrol postur. Beberapa kelompok otot baik pada ekstremitas atas maupun bawah berfungsi mempertahankan postur saat berdiri tegak serta mengatur keseimbangan tubuh dalam berbagai gerakan. Keseimbangan pada tubuh dalam berbagai posisi hanya akan dimungkinkan jika respon dari otot-otot postural bekerja secara sinergis sebagai reaksi dari perubahan posisi, titik tumpu, gaya gravitasi, dan aligment tubuh.

Kerja otot yang sinergis berarti bahwa adanya respon yang tepat (kecepatan dan kekuatan) suatu otot terhadap otot yang lainnya dalam melakukan fungsi gerak tertentu.

4)      Adaptive systems

Kemampuan adaptasi akan memodifikasi input sensoris dan keluaran motorik (output) ketika terjadi perubahan tempat sesuai dengan karakteristik lingkungan.

5)      Lingkup gerak sendi (Joint range of motion)

Kemampuan sendi untuk membantu gerak tubuh dan mengarahkan gerakan terutama saat gerakan yang memerlukan keseimbangan yang tinggi.

d.   Faktor-faktor yang mempengaruhi keseimbangan menurut Suhartono, 2005 adalah :

1)      Pusat gravitasi (Center of Gravity-COG)

Pusat gravitasi terdapat pada semua obyek, pada benda, pusat gravitasi terletak tepat di tengah benda tersebut. Pusat gravitasi adalah titik utama pada tubuh yang akan mendistribusikan massa tubuh secara merata. Bila tubuh selalu ditopang oleh titik ini, maka tubuh dalam keadaan seimbang. Pada manusia, pusat gravitasi berpindah sesuai dengan arah atau perubahan berat. Pusat gravitasi manusia ketika berdiri tegak adalah tepat di atas pinggang diantara depan dan belakang vertebra sakrum ke dua.

Derajat stabilitas tubuh dipengaruhi oleh empat faktor, yaitu: ketinggian dari titik pusat gravitasi dengan bidang tumpu, ukuran bidang tumpu, lokasi garis gravitasi dengan bidang tumpu, serta berat badan.

2)      Garis gravitasi (Line of Gravity-LOG)

Garis gravitasi merupakan garis imajiner yang berada vertikal melalui pusat gravitasi dengan pusat bumi. Hubungan antara garis gravitasi, pusat gravitasi dengan bidang tumpu adalah menentukan derajat stabilitas tubuh.

  Image

     Gambar 2.1. Garis gravitasi (Dhaenkpedro, 2009)

 3)      Bidang tumpu (Base of Support-BOS)

Bidang tumpu merupakan bagian dari tubuh yang berhubungan dengan permukaan tumpuan. Ketika garis gravitasi tepat berada di bidang tumpu, tubuh dalam keadaan seimbang. Stabilitas yang baik terbentuk dari luasnya area bidang tumpu. Semakin besar bidang tumpu, semakin tinggi stabilitas. Misalnya berdiri dengan kedua kaki akan lebih stabil dibanding berdiri dengan satu kaki. Semakin dekat bidang tumpu dengan pusat gravitasi, maka stabilitas tubuh makin tinggi.  

e.    Alat Ukur

Terdapat beberapa variasi alat ukur tes keseimbangan dinamis, untuk menetapkan tingkat keseimbangan dinamis pada seorang lansia, ada beberapa tes yang sering dipergunakan untuk menjadi alat ukur,antara lain:

1)      TUGT (Time Up and Go Test)

Kriteria pengukuran:

Mengukur kecepatan terhadap aktivitas yang mungkin menyebabkan gangguan keseimbangan.

Alat yang dibuthkan :

Kursi dengan sandaran dan penyangga lengan, stopwatch, dinding.

Waktu tes:

10 detik – 3 menit.

Prosedur tes

Posisi awal pasien duduk bersandar pada kursi dengan lengan berada pada penyangga lengan kursi. Pasien mengenakan alas kaki yang biasa dipakai. Pada saat fisioterapis memberi aba-aba “mulai” pasien berdiri dari kursi, boleh menggunakan tangan untuk mendorong berdiri jika pasien menghendaki. Pasien terus berjalan sesuai dengan kemampuannya menempuh jarak 3 meter menuju ke dinding, kemudian berbalik tanpa menyentuh dinding dan berjalan kembali menuju kursi. Sesampainya di depan kursi pasien berbalik dan duduk kembali bersandar. Waktu dihitung sejak aba-aba “mulai” hingga pasien duduk bersandar kembali.

Pasien tidak diperbolehkan mencoba atau berlatih lebih dulu, stopwatch mulai menghitung setelah pemberian aba-aba mulai dan berhenti menghitung saat subyek kembali pada posisi awal atau duduk. Bila kurang dari 10 detik, maka subjek dikatakan normal. Bila kurang dari 20 detik, maka dapat dikatakan baik. Subjek dapat berjalan sendiri tanpa membutuhkan bantuan. Namun bila lebih dari 30 detik, maka subjek dikatakan memiliki problem dalam berjalan dan membutuhkan bantuan saat berjalan. Sedangkan pada subjek yang lebih lama dari 40 detik harus mendapat pengawasan yang optimal karena sangat beresiko untuk jatuh (Shumway, 2000). Nilai normal pada lansia sehat  umur 75 tahun, rata – rata waktu tempuh yang dibutuhkan adalah 8,5 detik (Podsiadlo et al., 1991).

 

Menurut Jacobs & Fox (2008), nilai normal lansia pada Time Up and Go Test berdasarkan kategori umur yaitu :

Tabel 2.1.

Nilai  Normal Time Up and Go Test

(Jacobs & Fox , 2008)

Umur

Jenis Kelamin

Nilai rata-rata

( detik )

Nilai Normal

( detik )

60-69

Laki-laki

8

4-12

60-69

Perempuan

8

4-12

70-79

Laki-laki

9

5-13

70-79

Perempuan

9

5-15

80-89

Laki-laki

10

8-12

80-89

Perempuan

11

5-17

Jika skor < 14 detik; 87% tidak ada resiko tinggi untuk jatuh

Jika skor ≥ 14 detik; 87% resiko tinggi untuk jatuh

Keunggulan dan kelemahan:

–          Cepat, sederhana dan peralatan minimal.

–          Tidak sensitif  terhadap  gangguan keseimbangan ringan-sedang.

2)      Berg Balance Scale

Tipe pengukuran:

Pengukuran terhadap satu seri keseimbangan yang terdiri dari 14 jenis tes keseimbangan statis dan dinamis dengan skala 0-4 (skala didasarkan pada kualitas dan waktu yang diperlukan dalam melengkapi tes).

Alat yang dibutuhkan :

stopwatch, kursi dengan penyangga lengan, meja, obyek untuk dipungut dari lantai, blok (step stool) dan penanda.

Waktu tes:

10 – 15 menit.

Prosedur tes

Pasien dinilai waktu melakukan hal-hal di bawah ini, sesuai dengan kriteria yang dikembangkan oleh Berg.

  1. Duduk ke berdiri
  2. Berdiri tak tersangga
  3. Duduk tak tersangga
  4. Berdiri ke duduk
  5. Transfers
  6. Berdiri dengan mata tertutup
  7. Berdiri dengan kedua kaki rapat
  8. Meraih ke depan dengan lengan terulur maksimal
  9. Mengambil obyek dari lantai
  10. Berbalik untuk melihat ke belakang
  11. Berbalik 360 derajad
  12. Menempatkan kaki bergantian ke blok (step stool)
  13. Berdiri dengan satu kaki didepan kaki yang lain
  14. Berdiri satu kaki

Normal skor : 56

Reliabilitas retes dan interrater tinggi pada pasien stroke dan usia lanjut (Berg K, 1995)

Validitas mempunyai korelasi yang signifikan dengan perkembangan pasien stroke (Stevenson T, 1996)

Keunggulan dan kelemahan:

–          Meliput banyak tes keseimbangan, khususnya tes fungsional baik statis maupun dinamis.

–          Keterbatasan dalam menilai gangguan keseimbangan ringan-sedang.

3)      Step test

Tipe pengukuran :

pengukuran kecepatan saat bergerak dinamis naik turun satu trap dengan satu kaki.

Alat yang dibutuhkan :

stopwatch, blok setinggi 7,5 cm.

Waktu tes:

30 detik.

Prosedur tes :

Pasien berdiri tegak tak tersangga, sepatu dilepas, kedua kaki sejajar berjarak 5 cm di belakang blok. Fisioterapis berdiri di salah satu sisi pasien dengan satu kaki diletakkan di atas blok untuk stabilisasi blok. Pasien dipersilahkan memilih kaki yang mana yang menapak ke atas blok dan kaki yang menyangga berat badan. Pasien diajarkan bahwa kaki harus menapak sempurna pada blok dan kembali pada tempat semula juga dengan sempurna dan ini dilakukan secepat mungkin. Tes dimulai saat pasien menyatakan siap dengan aba-aba “mulai” dan stopwatch dihidupakan. Jumlah step dihitung 1 kali jika pasien menapak pada blok dan kembali ke tempat semula. Tes diakhiri saat stopwatch menunjukkan waktu 15 detik dengan aba-aba “stop” dan dicatat jumlah step yang dilakukan pasien. Prosedur yang sama diulangi pada kaki satunya.

Skor normal: Usia 73 tahun rata-rata 17 kali tiap 15 detik.

Reliabilitas Retes ICC>0,90 pd orang tua sehat & ICC>0,88 pd pasien stroke (Hill K, 1996).

Validitas mempunyai korelasi yang signifikan dengan tes meraih (reach test), kecepatan langkah dan lebar langkah saat jalan dan menunjukkan perkembangan pasien stroke signifikan (Hill K, 1997).

Keunggulan dan kelemahan:

–          Cepat, sederhana dan peralatan minimal.

–          Terlihat sensitif untuk  gangguan keseimbangan ringan-sedang.

–          Kurang sensitif untuk menilai penyebab gangguan keseimbangan pada penderita Parkinson.

4)      Tes Pastor / Tes Marsden

Tipe pengukuran :

pengukuran kemampuan untuk mempertahankan posisi terhadap gangguan dari luar.

Alat yang dibutuhkan :

Tidak ada.

Waktu tes:

10 detik.

Prosedur tes

Fisioterapis berdiri di belakang pasien dan memberikan tarikan secara mengejut pada bahu pasien ke belakang. Pasien yang kedua matanya tetap terbuka selama tes diinstruksikan untuk bereaksi melawan tarikan tersebut untuk mecegah agar tidak jatuh ke belakang. Respon pasien tersebut dinilai dengan skala seperti di bawah ini :

0    Tetap berdiri tegak tanpa melangkah ke belakang.

1    Berdiri tegak dengan mengambil satu langkah ke belakang untuk mempertahankan stabilitas.

2    Mengambil dua  atau lebih langkah ke belakang tetapi mampu meraih keseimbangan lagi.

3    Mengambil beberapa langkah ke belakang tetapi tak mampu meraih keseimbangan lagi dan memerlukan bantuan terapis untuk membantu meraih keseimbangan.

4    Jatuh ke belakang tanpa mencoba mengambil langkah ke belakang

Skor normal: 0-1

Reliabilitas retes tinggi pada pasien Parkinson (Smithson, 1996)

Validitas menunjukkan validitas yang signifikan dalam membedakan orang normal dengan pasien Parkinson (Smithson, 1998).

Keunggulan dan kelemahan:

–         Sederhana, cepat.

–         Kesulitan dalam menstandarisasi gangguan dari luar.

5)      Functional reach test

Tipe pengukuran :

mengukur kemampuan dalam  “meraih” (“reach”) dari posisi berdiri tegak

Alat yang diperlukan:

Penanda dan penggaris.

Waktu tes:

15 detik.

Prosedur tes

Posisi pasien berdiri tegak rileks dengan sisi yang sehat dekat dengan dinding; kedua kaki renggang (10 cm). Pasien mengangkat lengan sisi yang sehat (fleksi 90o). Fisioterapis menandai pada dinding sejajar ujung jari tangan pasien.

Pasien diberikan instruksi untuk meraih sejauh-jauhnya (dengan membungkukkan badan) dan ditandai lagi pada dinding sejajar dimana ujung jari pasien mampu meraih. Kemudian diukur jarak dari penandaan pertama ke penandaan yang kedua.

Skor normal

Umur 20-24; laki-laki 42 cm dan wanita 37 cm

Umur 41-69; laki-laki 38 cm dan wanita 35 cm

Umur 70-87; laki-laki 33 cm dan wanita 27 cm

Reliabilitas interrater 0.98 (bagus) pada orang normal (Duncan P, 1990).

Reliabilitas retes 0.92 (bagus) pada orang normal dan penderita Parkinson (Schenkmen, 1997).

Validitas: Signifikan, termasuk dalam menilai perkembangan pasien stroke (Hill,1997).

Keunggulan dan kelemahan:

–   Tes sederhana, cepat dan membutuhkan peralatan minimal.

–   Kurang sensitif untuk menilai gannguan keseimbangan ringan-sedang.