Manja dan Iman di Bulan Ramadhan

Masih ingat tentang kasus pencambukan yang terjadi di Aceh pada tahun 2010 yang mencambuk dua pedangan makanan yang berdagang siang hari pada saat bulan puasa, hal ini dilakukan berkenaan anggapan yang menjadi peraturan bahwa mereka telah melanggar syariat Islam yang sedang diberlakukan di Aceh. Belum sampai disini, selain masalah klasik tentang adanya sweeping warung-warung makan yang tetap buka selama bulan Puasa oleh ormas agama, sekarang muncul berita tentang adanya denda sebesar 50 juta kepada warung makan yang tetap buka selama bulan puasa di Serang.

gus dur

Mungkin hal ini ditujukan untuk benar-benar menciptakan kekhusu’kan pada orang yang sedang menahan lapar dan haus selama bulan puasa. Menghindarkan mereka kepada godaan yang memancing mereka untuk melakukan hal yang membatalkan puasa.

Tetapi ?

Puasa jadi terkesan begitu manja. Begitulah yang kemudian terlintas di benak saya.

Lalu apa sebenarnya makna puasa yang ingin dicari jika kemanjaan iman yang dikedepankan ?

Dalam sebuah artikel, puasa bagi jiwa bermanfaat untuk melatih kesabaran membiasakan diri untuk tidak marah (emosi) juga menguatkan kemauan untuk belajar menguasai diri serta mewujudkan dan membentuk ketaqwaan yang kokoh pada pribadi seorang muslim. Hal ini termasuk dari hikmah puasa yang paling utama. Sesuai dengan firman Allah Ta ‘ala .

Sedangkan untuk urusan sosial puasa mengajak kita untuk mengerti dan ikut merasakan penderitaan saudara yang kekurangan, merasakan betapa perih tidak makan dan minum dalam satu hari, sehingga diharapkan mereka akan menjadi lembut hatinya kepada sesama, menjadi lebih welas asih untuk melihat kekurangan saudaranya. Menumbuhkan gairah untuk rajin infaq dan bersedekah dikemudian hari setelah menjalani puasa.

Tetapi apa benar hal itu bisa terjadi jika saat berpuasa saja kita masih ingin manja, ingin dinina bobokkan oleh keadaan yang mendukung kita untuk tetap bertahan dengan keadaan kita yang tidak makan dan minum.

Banyak juga yang bilang jika membiarkan warung makan tetap buka pada saat puasa akan menyebabkan kekhusyukan selama puasa menjadi terganggu.

Namanya puasa juga menahan, kalau tidak ada yang ditahan namanya bukan puasa.

Mungkin sebuah gambaran sederhana.

Gembiz adalah orang yan tidak punya, hanya bisa makan setelah bekerja seharian pada malam hari. Apakah dia disebut puasa? Tentu tidak, hal ini karena memang keadaan yang menyebabkan dia menjadi demikian.

Berbeda dengan Dharma misalnya, dia hidup berkecukupan, makanan selalu ada di meja makan rumahnya, bahkan kalau pembantunya tidak memasakpun dia bisa saja jajan dengan uang berlebih disakunya jika lapar. Tetapi karena dia memilih untuk berpuasa, maka dia menahan untuk makan dan minum.

Nah, analogi sederhana ini setidaknya menjadi sebuah gambaran simpel.

Puasa itu menahan, kalau tidak menahan ya jangan berkata puasa.

Terlebih puasa berniat untuk beribadah, untuk mendekatkan diri kepada Pencipta sebagai wujud ketaatan dan ketaqwaan. Melembutkan hati agar semakin peduli terhadap sesama. Jadi puasa menurut saya adalah bentuk hubungan yang komplit, antara Habluminannas dan Habluminallah.

Lalu ada hubungannya kah dengan kalimat “Punya Iman kok Manja” yang beberapa hari kemarin sempat menjadi perbincangan heboh oleh Netizen ?

“Biarin lah toko-toko bebas menjual minuman keras, kalo Islamnya bener juga ga bakal beli.
Biarin lah warung-warung bebas jual makanan di bulan Ramadhan, kalo Islamnya bener juga ga bakal belok ke warung. Biarin lah prostitusi dilegalkan, kalo Islamnya bener juga ga bakal begituan.
Punya iman kok manja amat, begitu kata mereka.”

Sebuah situs Islam yang berafiliasi dengan sebuah partai menjawab dengan sebuah kalimat yang cukup membuat saya tergelak untuk mengkritisi.

Begini kira-kira jawabannya “Dalam Islam itu ada yang namanya amar ma’ruf nahi munkar. Di antara sesama muslim wajib untuk saling nasehat menasehati. Namanya juga bersaudara, harus saling menjaga.”

Memang terkesan tidak ada yang salah dengan jawaban tersebut, tetapi ada keanehan yang saya pikir terlewat begitu saja.

Soal Miras dan Prostitusi okelah, karena memang hal itu dalam agama Islam termasuk dalam bentuk hal yang mebawa kedalam ke Mungkaran, lalu apakah warung makan juga termasuk didalam bentuk kemungkaran ?

Harusnya hal ini menjadi pertimbangan tersendiri dalam membahasnya, karena sejauh ini saya tidak melihat adanya kemungkaran dalam bukanya warung makan disiang hari pada saat bulan puasa. Ya kecuali jika warung makan yang berbuka secara sengaja berteriak untuk menyuruh membeli makanan dan bilang nagapain harus capek capek puasa.

Jadi, masih benarkah melarang warung makan untuk tutup selama bulan puasa ?

Sebuah polemik yang dari tahun ke tahun disetiap bulan puasa ini tidak habis munculnya.

Tetapi bersyukur rasanya bapak Lukman sebagai menteri agama yang memperbolehkan warung makan tetap buka selama bulan puasa. Memberikan hak kepada mereka yang tidak berpuasa untuk tetap mendapatkan dan minuman. Yang tentu saja mereka yang makan dan minum tidak menghormati mereka yang sedang berpuasa. Karena seharusnya mereka yang beribadah dalam bentuk puasa inilah yang menghormati mereka yang sedang berpuasa.

Mempersilahkan mereka untuk tetap beraktivitas seperti biasanya, karena pada dasarnya ibadah puasa yang mereka lakukan adalah untuk dirinya sendiri, bukan menyiksa dan mengganggu sesama. Puasa itu menahan, Ibadah juga bukan untuk menjadikan diri gila hormat, karena kesejatian dari ibadah adalah merendahkan diri, mendekatkan diri dihadapan sang Khaliq.