MENELISIK KECERDASAN BANGSA INDONESIA DALAM KACA MATA TRANSFORMASI PEDAGOGI

10532925_767881873274857_3619280837114878180_n

Berbicara tentang kecerdasan, pada mata kuliah Pedagogi olahraga yang dibawakan oleh prof Agus, bukankah akan menjadi menarik saat sebenarnya kita dihadapkan pada kenyataan tentang keunikan manusia, tentang kekhasan manusia yang harusnya menjadi berbeda unik dan berkembang dengan kemampuan khasnya. Memanfaatkan potensial potensial yang ada secara alami berada dalam dirinya “meski dalam bab ini saya masih merasa perlu kajian mendalam, bagaimana sebenarnya bentuk kecerdasan itu sendiri dipandang dari sudut pengertian ataupun secara fisiologis” meskipun demikian kecerdasan telah didefinisikan oleh para ahli.

Lalu apa pengertian kecerdasan itu sendiri?  Beberapa ahli menyimpulkan kecerdasan sebagai berikut ?

1. Gregory: Kecerdasan adalah kemampuan atau keterampilan untuk memecahkan masalah atau menciptakan produk yang bernilai dalam satu atau lebih bangunan budaya tertentu.

2. P. Chaplin: Kecerdasan adalah kemampuan menghadapi dan menyesuaikan diri terhadap situasi baru secara tepat dan efektif.

3. Anita E. Woolfolk: Kecerdasan adalah kemampuan untuk belajar, keseluruhan pengetahuan yang diperoleh, dan kemampuan untuk beradaptasi dengan situasi baru atau lingkungan pada umumnya.

Dari berbagai sumber tersebut dapat kita simpulkan sebagai berikut : “Kecerdasan adalah properti dari pikiran yang mencakup banyak kemampuan mental yang terkait, seperti kapasitas untuk berpikir, merencanakan, memecahkan masalah, berpikir abstrak, memahami gagasan dan bahasa, dan belajar….”

Howard Gardner (1993) membagi kecerdasan menjadi kecerdasan matematika logika, kecerdasan bahasa, kecerdasan musikal, kecerdasan visual spasial, kecerdasan kinestestik, kecerdasan interpersonal, kecerdasan intrapersonal dan kecerdasan naturalis. Tetapi ini bukan bahasan yang menarik, seperti apa tipe dan karakteristiknya bisa kita cari dan kita gali sendiri bagaimana dan tergolong apa kemampuan kita, meski terkadang pada akhirnya kita akan kebingungan dalam menentukan kemampuan kecerdasan diri kita sendiri.

Pendidikan paling menarik adalah seperti yang dikonsepkan oleh Plato, bahwa pendidikan haruslah membebaskan dan memperbaharui, lepas dari belenggu ketidaktahuan dan belenggu ketidakbenaran. Bergeser kepada muridnya yang mengeser kepada kepentingan Pendidikan dalam kenegaraan, Aristoteles beranggapan bahwa pendidikan haruslah sama dengan tujuan akhir dari pembentukan Negara, dan Negara haruslah berkesesuaian dengan kepentingan hukum/ konstitusi.  Yaitu demi tercapainya kebahagiaan dan kehidupan yang baik.

Pendidikan kita saat ini mau tidak mau saya asumsikan lebih mementingkan kepentingan pasar daripada mengkaji kembali tentang hakikat manusia sebenarnya, sense of crisis haruslah kita tumbuhkan dalam melihat pendidikan Indonesia saat ini. Penetapan kebijakan pendidikan yang masih acak-acakan dan sering berganti seiring dengan pergantian kekuasaan, penetapan kurikulum yang membuat anak didik menjadi kebingungan. Atau memang pemerintah memandang dan mengarahkan pandangannya bahwa manusia pada hakikatnya adalah sebuah mesin/ objek yang disiapkan untuk mensuplai kebutuhan.  Yang hanya menjadi pokok permainan dalam pergantian kebijakan, jika pemerintah jeli dan peduli, seharusnya kurikulum tidak perlu lagi membahas tentang bentuk, tetapi lebih kepada pengembangan agar bangsa ini memiliki kualitas manusia dengan menggali dan menumbuhkan kualitas kecerdasan personalnya.

Berbeda jauh dengan tujuan pendidikan di Eropa memberikan waktu dan kesempatan dalam mendorong mahasiswanya untuk mengenali dirinya sendiri dan penggalian dalam suatu bidang untuk mencapai kebenaran tertinggi. Pendidikan kita menggiring anak didiknya untuk menjadi seuatu, kurikulum lebih menitik beratkan kepada pemberian asupan materi tanpa sedikitpun pengenalan terhadap diri sendiri, potensi atau harapan sebenarnya bisa memberikan ruang dan dukungan untuk mengembangkan potensi tanpa harus mendiskritkan bahwa pemenuhan materi kurikulum adalah sebuah kewajiban yang haruslah dipenuhi.

Pendidikan kita lebih berorientasi kepada pemenuhan sumber daya manusia. Meski akan terdengar manis dengan nama sumber daya manusia, tetapi kita tetap janganlah mudah untuk dikelabuhi. Sumber daya manusia yang mana dan bagaimana ? Sumber daya yang memang sudah disiapkan untuk mengisi pos-pos. Sedangkan penciptaan pos-pos sendiri bukanlah dari hasil anak bangsa, bangsa ini hanya menjadi penyedia, bukan pengelola, atau lebih jauh sebagai pencipta ide. Kecerdasan manusia sesungguhnya yang dibagi oleh Gardner menjadi terabaikan, dan pada akhirnya, bekerja pun manusia ndonesia tidak memiliki ruh. kejenuhan yang cepat melanda, dan kurangnya hasil optimal dalam bekerja, malas berpikir dan lebih memilih untuk bekerja kasar tanpa harus melibatkan berpikir.

Mindset bangsa kita sendiri tentang pendidikan tak lain adalah bahwa pendidikan adalah untuk mencapai sesuatu, kemudian bekerja, konsep pemikiran demikian ini menjadi turun temurun, pendidikan kita menggiring mindset bahwa setelah menempuh studi bekerja adalah salah satu tolak ukur dalam kesuksesan. Sedangkan mindset pembentuk bekerja yang seperti apa tidaklah menjadi sesuatu yang penting, bangsa ini telah memiliki mindset tentang nilai-nilai yang dibentuk oleh pendidikan itu sendiri.

Tujuan dari pendidikan Indonesia sendiri telah diatur oleh Pasal 31, ayat 3 :

“Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan Nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta ahlak mulia dalam rangka mencerdasakan kehidupan  bangsa, yang diatur dengan undang-undang”

Atau pasal 31, ayat 5 :

Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menunjang tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia

Dalam penjabaran UU no 20, tahun 2003 pasal 3 menyebutkan bahwa :

Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkahlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab

Jika kita amati dengan seksama, sesungguhnya diatas kertas tujuan Nasional pendidikan di Indonesia masih sesuai dengan substansi Pancasila, dan Undang Undang Dasar 1945. Yaitu memiliki tujuan luhur, memanusiakan manusia dan yang perlu digaris bawahi kembali adalah adanya kalimat “….bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik.

Namun apakah benar tujuan pendidikan ini dijabarkan secara konsisten didalam kurikulum pendidikan dan juga dalam sistem pembelajaran? Jawabannya tentu kita berharap Ya, meskipun kenyataannya mungkin jauh dari kenyataan atau malah bertolak belakang.

Guru diharapkan menjadi sosok profesional yang mampu untuk menumbuh kembangkan potensi dari anak didik, guru haruslah tahu cara apa yang digunakan untuk mengembangkan anak didik seperti, persoalannya adalah bagaimana dengan mengatasi mindest pada anak didik dan pandangan dari orang tua atau bahkan kepada tujuan pemerintah yang sebenarnya. Partisipasi yang tinggi diperlukan. tetapi sayang sekali, kebanyakan guru di Indonesia adalah orang-orang yang tidak berkualitas, guru yang harusnya menjadi pondasi utama dalam memajukan pendidikan bangsa, hanya lulusan dari pendidikan guru yang tidak berkualitas dan sistem pendidikan yang tidak berkualitas pula, seperti mata rantai yang tidak akan putus meskipun kurikulum selalu diganti, dan ini harus dijadikan bahan perenungan, ditelisik agar bagaimana cara menghentikan mata rantai ini dapat berhenti. Mengutip sebuah kata yang menarik dalam kasus ini dari Djoko “Guru sekarang telah krisis, kehilangan “keguruannya”” . banyak yang tertarik menjadi guru, tetapi guru yang hanya menjadi sebuah profesi  bukan lagi sebuah panggilan mulia untuk mencerahkan. Pandangan transformasi  pedagogi seharusnya bertujuan untuk mengubah bukan hanya persoalan skill, tetapi juga kepada mindset tentang apa itu kesuksesan dan kecerdasan.